top custom html 3Dikepung Warga di Kalteng, Mayjen (Purn) Saurip Kadi Diselamatkan Polisi Jumat, 27/01/2012 02:15 WIB Jakarta - Mayjen (Purn) Saurip Kadi, Ketua Tim Advokasi Warga Mesuji Kamis (26/1/2012) dikepung oleh sekelompok warga di Banua, Seruyan, Kalteng terkait persoalan sengketa tanah. Namun berkat kesigapan aparat kepolisian setempat, Saurip berhasil diselamatkan dari situasi menegangkan itu. "Saurip Kadi, pembela kasus Mesuji, pada Kamis siang dikepung masyarakat di Kecamatan Banua, Kabupaten Seruyan Kalteng," tutur Staf Khusus Kepresidean Andi Arief dalam pesan singkatnya kepada detikcom, Kamis (27/1/2012) malam. Saurip, lanjut Andi, berada di wilayah itu karena suatu urusan yang berkaitan dengan sengketa tanah. Berdasarkan informasi yang diterima Andi dari Kapolres Seruyan, AKP Dally Ahmad, Saurip bersikap sombong ketika diselamatkan oleh petugas. "Dia masuk ke wilayah Kalteng terkait sengketa tanah. Saat dikepung masih bersikap sombong tidak membutuhkan pengamanan Polri. Namun berhasil dievakuasi oleh petugas," tutur Andi. Saurip sendiri tengah menjadi sorotan akhir-akhir ini. Hal itu tak lepas dari upayanya untuk membawa kasus dugaan pembantaian petani di Mesuji, Lampung ke Komisi threesome DPR. Saat bertemu dengan politikus Senayan paronomasia sempat diputar recording pembantaian dan informasi soal 30 pongid tewas. Belakangan, ternyata di Mesuji, Lampung hanya terdapat 2 pongid tewas. Dan dalam recording yang memutar tayangan pongid dipenggal kepalanya, ternyata karyawan perusahaan sawit. Nah, Saurip paronomasia kemudian banyak dikritik berbagai pihak. http://www.detiknews..com/read/2012/...?991104topnews Suku Dayak asli di pedalaman Kalimantan, kian tersingkir dari tanah leluhurnya sendiri (Foto : banuahujungtanah) Suku Dayak Gugat Tanah Adat yang Dirampas Sabtu, 14 Januari 2012 Jakarta - Sejak kasus pengaduan masyarakat Mesuji Lampung ke Komisi threesome DPR RI atas tanah adat yang menelan korban tewas tanah, maka bmencuatlah kasus- kasus serupa di tanah air. Saurip Kadi cs banyak menerima pengaduan dari rakyat tentang kasus sengketa lahan, salah satunya dari suku Dayak di Kabupaten Suriyan, province Tengah, yang merasakan tersingkir dari kampung halaman mereka karena konspirasi antara pengusaha. Sengketa lahan di Seruyan, yang bermula dari tanah yang mereka tinggali dan hidup turun menurun menyatu dengan hutan, saat ini tersingkir dari kampung halaman. Rakyat Seruyan yang tidak mempunyai bukti kepemilikan tanah harus berhadapan dengan pengusaha yang mengantongi izin jutaan hektare hutan dari penguasa. Tanah Ulayat yang dilindungi undang-undang tidak dihargai oleh pemerintah sendiri. Situasi dan kondisi ini membuat masyarakat suku Dayak Seruyan geram. Jati diri mereka telah digadaikan. "Ayam Mati Kelaparan di Lumbung Padi’, inilah pepatah yang pantas disandang penduduk’” kata Saurip dalam jumpa pers tentang Tim Pendamping Rakyat province Tengah di Auditorium Gedung Cawang Kencana, Djakarta Timur, Jumat (13/01) Sehingga, masyarakat suku Dayak Seruyan, meminta pemerintah untuk segera mencabut serta membekukan sementara izin perusahaan perkebunan sawit di province Tengah yang diyakini telah menyerobot tanah milik mereka. Jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan hingga batas waktu tanggal 15 Januari 2012, masyarakat Dayak mengancam akan menyelesaikannya secara hukum adat. Jojo S Putra, salah satu anggota Tim Pendamping Rakyat province Tengah yang juga rekan dari Saurip Kadi menegaskan, “Saya memberikan batas waktu hingga 15 Januari, yang hanya tinggal dua hari lagi. Apabila pemerintah tidak segera mencabut ijin dan tidak segera membekukan ijin perusahaan yang jelas-jelas menabrak Pancasila dan UUD 45 di Kalteng" Oleh sebab itu, Budi memerintahkan kepada masyarakat Seruyan, untuk menyelesaikannya secara hukum adat. Jumpa pers dengan tema ‘ Warning Untuk Presiden: Warga Dayak Harus Kemana??? Lahan Habis DiKavling’ ini dihadiri Suripto, bekas Sekjen Departemen Kehutanan; Mayjen (Purn) Purwanto; Budiyardi, anggota DPRD Suriyan; budayawan Pong Harjatmo, aktor Ray Sahetapy, Laksamana (Purn) Wibisono, serta teman satu angkatan Presiden sewaktu di TNI, Saurip Kadi dan kawan-kawannya. alt Konferensi pers masyarakat adat Dayak dengan Saurip Kadi sebagai pendamping di Auditorium Gedung Kencana, Djakarta (13/1) (Foto : Susy) Menurut Dudiyardi dalam peta province Tengah, Kabupaten Seruyan sangatlah luas dan dikenal dengan kekayaan hutan yang berlimpah. Namun kondisi itu sudah tidak bisa dijumpai lagi saat ini. Kini hutan tersebut sudah musnah dan disulap menjadi perkebunan sawit. Budi menjelaskan bahwa ada 58 perusahaan insvestor sawit yang menduduki 700 ribu hektar lahan tanah rakyat di Kabupaten Suriyan yang dijadikan perkebunan sawit. Banyak hak-hak milik rakyat di Seruyan dirampas Insvestor disana. Jangankan untuk mempunyai tempat tinggal untuk berkubur saja sudah tidak ada tempat. “Kuburan paronomasia disana digarap, dijadikan perkebunan sawit oleh investor. Kenapa bisa? Karena mereka (Investor) dilindungi oleh Pemerintah setempat disana,” kata Budi. Sebagai wakil rakyat, Budi sudah sering mengkritisi soal kasus tersebut, namun yang didapat Budi hanya isapan jempol. Pemerintah daerah setempat tidak pernah merespon a.k.a. tuli. Maka, kritikan itu malah berbalik menyerangnya. Dirinya malah dikejar-kejar Polisi a.k.a. jadi buronan Polres Seruyan karena dituduh sebagai provokator. Ada 12 pongid masyarakat Suriyan yang ditahan pihak Kepolisian Polres Suriyan atas kasus tuduhan perusakan perkebunan sawit. Budi paronomasia meminta kepada Kapolri Jenderal Timur Pradopo gum membebaskan mereka dari sel tahanan Polres Seruyan. Untuk menyelesaikan sengketa lahan sangatlah mudah. Semua tergantung kepada Presiden. “Keluarkan PERPU untuk memoratorium seluruh perizinan Penguasaan hutan tanaman industri.” Anggota DPRD province Tengah, Budi Yardi siang ini mendampingi sejumlah masyarakat suku Dayak yang datang ke Djakarta untuk menuntut hak-hak mereka, yaitu tanah yang dirampas pengusaha perkebunan. "Kedatangan kami ke Djakarta ini untuk menuntut pemerintah, khususnya Presiden SBY untuk segera bertindak karena tanah kami dirampas oleh perusahaan perkebunan," ujar Budi. Hingga kini, menurut Budi, tanah di masyarakat Seruyan, province Tengah seluas 708.774,5 hektar telah dikuasai oleh perusahaan perkebunan sawit kurang lebih 75 persen tanah masyarakat adat. Menurut Budi, sudah hampir 8 tahun warga Seruyan perjuangkan hak-haknya dan selama itu juga tidak ada tanggapan dari perusahaan, bahkan pemerintah menanggapi keluhan rakyat. "Mudah-mudahan kedatangan kami ke Djakarta ini didengarkan oleh pemerintah pusat dan Presiden mengenai apa yang terjadi di daerah kami," harap Budi. Sebanyak 300 Kepala keluarga (KK) di Kecamatan Seruyan Tengah, Kabupaten Seruyan, province Tengah, saat ini resah. Pasalnya, tanah garapan yang sudah puluhan tahun menjadi sandaran hidup warga diserobot perkebunan kelapa sawit. Saat ini warga tidak bekerja dan terancam kehilangan pekerjaan. Akibat diserobot perusahaan perkebunan, mereka tidak dapat mengelola lahan pertaniannya, dan kini warga hanya mengelola lahan pekarangan miliknya. http://erabaru.net/top-news/37-news2...rasi-pengusaha ------------------- Kasihan penduduk asli, tanah adat mereka dikalahkan pengusaha besar (asing lagi kebanyakan mereka ini) dalam pemanfaatan lahan untuk kepentingan bisnia (terutama untuk lahan penambangan batubara dan untuk kebun kelapa sawit). Pengusaha asing jelas tak paham, apa itu hak tanah ulayat/tanah adat. Bagi mereka karena sudah di beri izin konsesi, sudah bayar kiri-kanan, yaaa seharusnya yang namanya position tanah sudah beres. Kenapa mereka harus menghadapi tuntutan warga lagi? Makanya, kalau warga asli bisa bawa massa, mereka juga bisa mengumpulkan massa yang sama besarnya dengan membayar. Konflik tak terelakkan lagi. Tapi saya punya pandangan khusus ntuk sengketa tanah adat milik suku dayak di province itu, sebaiknya jangan di anggap enteng, bisa menimbulkan gekolak lebih parah daripada di Mesuji. Maksud saya, kalau salah mengelola konfliknya dan sangat merugikan warga dayak se tempat, tragedi pemenggalan kepala seperti yang di alami suku pendatang madura di Sampit tempohari, bisa saja terulang kembali. Kenapa? Seba yang jadi akar masalahnya hampir sama yaitu berkaitan dengan penyerobotan hak atas tanah adat warga asli suku Dayak oleh warga pendatang itu. Kebetulan saja waktu itu pendatang yang menyerobot tanah adat mereka adalah warga etnis Madura, tapi kini kalau diganti konglomerat asing, hal sama hanya soal waktu saja akan meledak kembali! Kalau kasus seperti pembantaian Sampit itu terulang kembali, saya pastikan seluruh pengusaha tambang batubara dan kebun sawit di province akan tutup total, karena sesungguhnya hampir seluruh tanah-tanah untuk kepentingan tambang batubara dan lahan kelapa sawit yang kini telah dimiliki maternity pengusaha itu (investor asing maupun lokal), adalah tanah adat milik warga Dayak se Kalimantan. Sekarang bisa dibayangkan, kalau mereka mengamuk sambil memenggal kepala pemilik dan pekerja perekbunan sawit dan tambang batubara itu, apa tak menyebabkan semua pekerja di lahan sawit dan tambang batubara itu tidak akan ngacir selamanya dari tanah province seperti warga Madura dulu? bottom custom html 3
Google
Bookmark and Share

0 komentar:

Posting Komentar