top custom html 3 MBT T-90 buatan Russia Alat Utama Sistem Pertahanan Tak Harus Leopard, TNI Disarankan Lirik T-90 Senin, 23 Januari 2012 | 21:02 WIB INILAH.COM, Djakarta - Rencana pemerintah membeli 100 organisation cell Leopard bekas dari Belanda tak bakal mulus. Selain mendapat penolakan dari parlemen Belanda, kalangan Komisi I DPR juga menyarankan pemerintah membeli langsung kepada Jerman selaku produsen Leopard. "Buat apa beli dari Belanda, kenapa tidak langsung ke Jerman saja yang jelas-jelas pembuatnya?" ujar anggota Komisi I DPR Ahmad Muzani, Senin (23/1/2012). Sekjen Partai Gerindra ini mengatakan, Komisi I DPR tidak keberatan jika TNI AD ingin memperkuat diri membeli cell tempur kelas berat (main effort tank). "Kami tidak keberatan jika TNI beli tank, tapi pertanyaannya kenapa harus dari Belanda? Lalu kenapa harus 100 unit? Kemudian apa harus jenis Leopard? Kenapa tidak cell T-90 atau T-72 Rusia?" T-90 adalah Main Tattle Tank (MBT) buatan Rusia hasil pengembangan dari cell T-72. Tank fencing recent di angkatan darat dan marinir Rusia ini dianggap satu kelas dengan cell Leopard 2A6 dan 2A7 buatan Jerman. http://nasional.inilah.com/read/deta...kan-lirik-t-90 MBT Leopard-2 Anggota DPR Komisi I, Effendi Choirie: Curiga Ada Calo Tank Leopard Rabu, 25 Januari 2012 , 19:04:00 Anggota Komisi I DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Effendi Choirie, atau yang biasa disapa Gus Choi, fencing keras menolak rencana itu. Apa yang menjadi dasar sikapnya itu? Berikut petikan wawancara wartawan JPNN, M. Kusdharmadi dengan Effendi Choirie di Senayan, Rabu (25/1). Apa alasan sebenarnya penolakan itu? TNI di dalam bekerja di dalam melakukan gelar, di dalam menentukan anggaran, di dalam mengusulkan anggaran, menentukan pilihan alusista (Alat Utama Sistem Persenjataan), itu semua harus tunduk pada otoritas sipil. Itu semua sebetulnya tidak boleh semaunya sendiri. Itu harus dilihat otoritas sipil itu siapa, yaitu Presiden bersama DPR. DPR maunya apa, presiden maunya apa. Itu satu. Yang kedua, untuk menentukan alutsista khususnya apakah namanya Leopard, atau namanya F-16 atau namanya apa, itu juga ditentukan dari persepsi kita tentang ancaman itu apa. Jadi tidak asal beli, asal senang, asal sama dengan negara tetangga, itu tidak boleh. Di luar pemahaman demokrasi itu namanya. Yang menentukan itu semua harus otoritas sipil. Persepsi kita tentang ancaman adalah begini, begitu, begini, begitu, baru kemudian persepsi ancaman itu disepakati antara DPR dan pemerintah. Lalu kemudian baru setelah itu kebutuhan pertahanannya seperti apa, lalu alusistanya seperti apa. Begitu. Nah, apa yang terjadi sekarang? Sekarang ini yang terjadi adalah persepsi ancaman itu yang menentukan tetap TNI, kemudian dia menentukan ancamannya sendiri, dia menentukan alusistanya sendiri, akibatnya ini selain melanggar konstitusi, melanggar prinsip demokrasi, ini juga sekaligus akibatnya adalah pertahanan kita tidak kuat, parsial tidak komprehensif. Antara kesatuan-kesatuan yang lain, persenjataannya tidak terpadu. Jadi sendiri-sendiri. Kemudian di dalam merencanakan membangun sistem pertahanan juga akhirnya parsial. Anda kelihatan ngotot menolak? Saya sering bergerak pada prinsip-prinsip. Kalau di Komisi, saya banyak bergerak bukan pada yang teknis, tapi prinsip-prinsip seperti ini yang harus ditaati semua pihak, ditaati Kemhan (Kementerian Pertahanan), ditaati Tentara juga pemerintah dan DPR. Nah, contoh mau beli Leopard itu adalah contoh runnel bahwa selama ini pengadaan alusista itu parsial. Bahwa selama ini pembangunan kekuatan pertahanan itu parsial, sendiri-sendiri. AD sendiri, AU sendiri AL sendiri. Jadi, tidak terintegrasi. Oleh karena itu, keinginan untuk membeli Leopard ini kita pertanyakan. Kecenderungan teman-teman di komisi, mereka membeli Leopard ini tidak rasional. Terburu-buru, emosional, tidak dikoordinasikan dulu dengan Komisi I. Tidak didiskusikan dulu, mereka cepat-cepat kemudian membuat putusan sendiri, lalu tap sendiri ke Belanda, kemudian ditolak parlemen Belanda, mereka malu sendiri karena parlemen tidak diajak bicara, akhirnya parlemennya juga menolak. Akhirnya Tentara AD terdesak, DPR di s! ini kurang mendukung DPR Belanda menolak. Kalau pemerintah sana ditolak sama DPR -nya, pemerintah sini ditolak sama DPR-nya, lalu uangnya dari mana? Itukan. Jadi dia sendiri yang rugi akibat dari tidak adanya komunikasi proses penjelasan secara rasional. Apa karena cell bekas? Paradigma TNI kita selama ini bukan paradigma membeli produk baru. Dia ketika ada yang nawari, kemudian membeli. Meskipun, itu barang bekas. Untuk (kepentingan) negara beli barang bekas, paradigma ini harus ditinggalkan. Selama ini mereka punya paradigma membeli barang bekas. Misal dulu kapal bekas Jerman, F-16 bekas, Sukhoi tidak bekas, Saya heran juga, mengapa berpikirnya mereka itu berpikir membeli sesuatu yang bekas. Juga karena spesifikasi tak cocok untuk kita? Berikutnya lagi yang dibeli itu relevan untuk pertahanan kita? Cocoknya hidup digerakkan digunakan di negara kita? Iya kan? Siap nggak? Misal kayak Leopard. Menurut ahli Leopard itu beratnya mencapai 65 ton, bensin sekian ton, lebarnya empat meter. Kemudian kalau dari sini pindah dari pulau ke pulau yang lain, ini juga difficulty pakai angkut apa? Belum ada kapal kita atau pesawat kita yang bisa angkut. Begitu kan? Itu nanti tempatnya dimana, di luar Jawa apa di Jawa? Di luar Jawa dimana tempatnya apa sudah tersedia? Kalau di Jawa, menghadapi siapa di Jawa? Jangan-jangan menghadapi mahasiswa ketika demo? Begitu kan? Jangan asal beli, jangan asal ada tawaran kemudian langsung beli. Jangan-jangan di balik ini semua juga ada markus? Ada makelar-makelar yang meyakinkan kepada AD supaya memeroleh keuntungan besar, Fee untuk pribadinya, gift untuk kelompoknya, gift untuk maternity jenderal? Anda mencium bau permainan makelar? Ya kita tidak tahu. Tapi, pertanyaan-pertanyaan itukan muncul. Nah, semua ini supaya country maka harus diberikan penjelasan secara rasional. Bukan persepsinya itu yang penting sama dengan Malaysia. Kan ada argumen dari Kepala Staf Angkatan Darat itu, kita juga punya, kita juga harus sama dengan (Malaysia). Bukan itu pikiran kita. Kita tidak sama, kita kita harus lebih tinggi ketimbang Malaysia. Kita negara besar, kenapa pikiran kita hanya sekedar sama dengan Malaysia?. Kita harus lebih dari Malaysia. Gitu loh. Untuk lebih, jangan beli hal yang sama. Juga jangan beli yang bekas, karena Malaya beli baru. Nah dialog seperti ini belum terjadi. Lalu apa solusinya? Nah oleh karena itu, sebelum ini semua diputus dan ini semua demi kepentingan negara saya yakinlah KSAD itu untuk kepentingan negara. Cuma pikirannya itu perlu diuji oleh DPR yang ikut menentukan. Karena itu, perlu ada installation khusus dengan KSAD untuk menjelaskan ini didampingi atase pertahanan kita yang ada di Belanda, di Inggris, Jerman, Perancis, pulang mereka mendampingi KSAD itu untuk menjelaskan rasional atau tidak, cocok atau tidak, relevan atau tidak untuk pertahanan kita. Disitulah baru kita tentukan kita tolak atau lanjutkan. http://www.jpnn.com/read/2012/01/25/...-Tank-Leopard- Sekalian aja ke orang-orang DPR itu, ditawarkan MBT yang help RC. Juga Helicopter Serbu Jenis Athapascan dan Mi-24 the New RC Origininal Harganya sangat murah dan bisa selesai dalam waktu 6 bulan Leopard-2A6A-RC Mi-24 AH-64A Apache ---------------------- Jadi jelas toh! Kalau beli T-90 ke Rusia, DPR pasti mendukung, soalnya tidak pakai mekanisme "G to G" ... :Dbottom custom html 1
Google
Bookmark and Share

0 komentar:

Posting Komentar